Matematika dan Islam
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia matematika diartikan
sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan.
Mengawali perbincangan terkait dunia matematika,
dasar pengandaiannya adalah matematika itu bukanlah berasal dari sebuah dunia gaib, dunia entah-berantah, dunianya para lelembut dan mkhluk abstrak lainnya. Matematika 100% lahir dari olah pikir manusia, tak ada wangsit atau wahyu dari langit di dalamnya, tak ada aksioma yang lahir dari kerjasama antara manusia dan jin, juga tak ada rumus matematika yang berasal dari hasil bertapa. Matematika lahir dari refleksi dan kontemplasi atau tata aturan alam semesta yang mengatur segala yang tampak di hadapan kita sebagai Dunia materi.
dasar pengandaiannya adalah matematika itu bukanlah berasal dari sebuah dunia gaib, dunia entah-berantah, dunianya para lelembut dan mkhluk abstrak lainnya. Matematika 100% lahir dari olah pikir manusia, tak ada wangsit atau wahyu dari langit di dalamnya, tak ada aksioma yang lahir dari kerjasama antara manusia dan jin, juga tak ada rumus matematika yang berasal dari hasil bertapa. Matematika lahir dari refleksi dan kontemplasi atau tata aturan alam semesta yang mengatur segala yang tampak di hadapan kita sebagai Dunia materi.
Matematika berada pada posisi di
antara dunia nyata dan dunia ghaib. Matematika tidak berada di dunia nyata
sehingga objek matematika bersifat abstrak dan tidak berada di dunia ghaib
sehingga objek matematika bukan suatu “penampakan”. Membawa objek dunia nyata
ke dalam bahasa matematika disebut dengan abstraksi
dan mewujudkan matematika dalam dunia nyata disebut aplikasi. Matematika berada di antara dunia syahadah dan ghaibiyah.
Dengan demikian, maka matematika bersifat “setengah nyata dan setengah gaib”.
Untuk memahami objek yang nyata diperlukan pendekatan rasionalis, empiris, dan
logis (bayani dan burhani). Sedangkan untuk
memahami objek yang gaib diperlukan pendekatan intuitif, imajinatif, dan
metafisis (irfani).
Kekuatan utama dalam matematika justru terletak pada imajinasi atau intuisi
yang kemudian diterima setelah dibuktikan secara logis atau deduktif. Dengan
demikian, maka untuk mempelajari matematika perlu penggabungan ketiga
pendekatan tersebut, yaitu bayani,
burhani, dan ‘irfani.
Ada pepatah " Siapa yang menguasai matematika
dan bahasa maka ia akan menguasai dunia". Artinya matematika sebagai media
melatih untuk berpikir kritis, inovatif, kreatif, mandiri, dan mampu
menyelesaikan masalah, sedangkan bahasa sebagai media menyampaikan ide-ide atau
gagasan serta yang ada dalam pikiran manusia. Selain itu ada istilah "Di
zaman komputer yang digunakan adalah otak bukan otot". Di lingkungan
masyarakat pun secara tidak langsung orang sudah menggunakan matematika.
Seperti ketika orang menghitung penghasilan, hasil panen, jumlah belanja, luas
tanah, luas rumah, ongkos, hak waris, dan masih banyak yang lainnya. Jelas
bahwa matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari.
Berupaya
mengungkap hakekat matematika, maka saya akan berkisah mengenai “suatu ketika
pak Ahmad beternak ayam. Pada bulan
kedua, ayam yang dipeliharanya bertelur sebanyak 3 butir. Ketiga butir telur
itu ditetaskan dan lahirlah 3 ekor anak ayam yang lucu-lucu. Pada bulan ketiga,
ayam itu kembali bertelur sebanyak 2 butir, dan setelah ditetaskan lahirlah 2
ekor anak ayam yang baru. Pak Ahmad kemudian menyatukan 3 ekor anak ayam yang
lahir pada bulan kedua dengan 2 ekor anak ayam yang lahir pada bulan ketiga.
Lalu kemudian, apakah setelah kedua kelompok itu digabungkan tiba-tiba jumlah
anak ayamnya menjadi 7 ekor? Ataukah hari ini menjadi 4 ekor, dan esoknya 6
ekor, dan esoknya lagi 3 ekor, dan terus berubah-ubah jumlahnya sepanjang
waktu?
Suatu hal yang
sangat mengagumkan dari alam ini ialah betapa disiplinya alam patuh mengikuti
hukum-hukum matematis. Dalam kisah di atas, jumlah total anak ayam yang
digabungkan selalu dan mesti 5 ekor tidak lebih tidak kurang. Kapanpun
anak-anak ayam itu digabungkan, akan selalu terhitung 5 ekor, 5 ekor hari ini,
5 ekor kemarin, 5 ekor besok, 5 ekor besok lusa, dan sterusnya. Mengutip
peryataan Phytagoras “ Alam semesta diatur secara terukur.
Secara nyata
kadang memang tidak disadari pentingnya matematika, padahal sejak Allah
menciptakan manusia penuh perhitungan, sehingga matematika tidak akan bisa
terlepas dalam kehidupan manusia, sehingga tidak diketumakan suatu ilmu yang
tidak memerlukan perhitungan yang konon itu adalah matematika. Pemilik warung
paling Cuma butuh aritmatika (penjumlahan, perkalian, pembagian, dan
pengurangan), insyinyur perlu differensial-integral, dan orang BPPS perlu
statistika, Trigonometri, limit, dkk telah berperan besar dalam membangun
dunia.
“Matematika dalam
Bingkai Keislaman” berbicara tentang Islam maka mengacu pada al-Qur’an dan
al-Hadist, yang sedemikian itu hubungan matematika dengan al-Qur’an tampak
dalam memaknai ayat-ayat al-Qur’an tentang suatu hal yang melibatkan kuantitas.
Hanya saja dalam al-Qur’an penyajian matematisnya bukan dalam bentuk simbol,
namun berupa kata-kata/kalimat yang termaknai oleh hukum keteraturan alam
semesta.
Sebagaimana Firman Allah QS. Al Qamar 54: 40.
“Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
Dengan
mempelajari matematika sebagai media pengungkap kemukjizatan al-Qur’an, yang dengannya
akan kian mencetuskan dan meneguhkan ketakjuban nalar manusia atas
kemahakuasaan Allah melalui untaian-untaian rasional al-Qur’an. Inilah cara
beriman rasional. Subhanallah…!
Komentar
Posting Komentar